WISATA

Menyusuri Bangunan Historis Lawang Sewu

Arthurio Oktavianus Arthadiputra
Selasa 08 Desember 2020 / 12:30
Semarang: Nama Lawang Sewu sudah tak asing lagi di telinga orang di Indonesia. Berada di dekat Bundaran Tugu Muda, Jalan Pemuda No. 16, Semarang Kota, Jawa Tengah, Lawang Sewu menjadi bangunan ikonik yang mampu menarik pandangan para pengendara yang lewat untuk melirik.

Berdiri di atas lahan seluas 18.232 meter persegi, Lawang Sewu merupakan bangunan kokoh yang mudah dikenali. Khas bangunan Eropa, Lawang Sewu dirancang oleh arsitek Amsterdam, Prof. Jacob F. Klinkhamer dan B.J. Ouendag. 

Berdasarkan informasi dari laman heritage Kereta Api Indonesia (KAI), Lawang Sewu adalah Kantor Pusat perusahaan kereta api swasta milik Hindia Belanda bernama Nederlandsch-Indische Spoorweg Maatschappij (NISM).

Mulai didirikan bangunan utama tahun 1904-1907 dan bangunan tambahan tahun 1916-1918, Lawang Sewu memiliki ornamen kaca patri pabrikan Johannes Lourens Schouten. 

Kaca patri yang menuturkan kisah kemakmuran dan keindahan Jawa, kekuasaan Belanda atas Semarang dan Batavia, kota maritim dan kejayaan kereta api.

Ketika itu, kereta api melayani rute Semarang-Surakarta Hadiningrat (Solo)-Ngayogyakarta Hadiningrat (Yogyakarta), dengan jarak 205 kilometer. Hingga tahun 1928, NISM mencatat sudah 13,8 juta penumpang yang menggunakan transportasi ini.


Lawang Sewu
(Kokohnya bangunan dan cerita mengenai Lawang Sewu  di Jalan Pemuda No. 16, Semarang Kota, Jawa Tengah, menjadi daya tarik pengunjung ramai untuk datang. Foto: Arthurio Oktavianus)
 

Ruang pameran


Meski tak berfungsi lagi sebagai kantor pusat NISM, bangunan Lawang Sewu saat ini digunakan sebagai tempat museum dan ruang pameran sejarah kereta api di Indonesia, yang bisa dikunjungi oleh masyarakat umum. 

Bagi pengunjung yang ingin mengabadikan diri bergaya tempo dulu, bisa menuju studio yang menyediakan jasa di bagian awal ruang pameran, di sisi kanan bangunan.

Tiket masuk yang dikenakan untuk pengunjung adalah Rp10 ribu untuk Dewasa, Rp5.000 untuk anak-anak dan pelajar Sekolah Dasar hingga Sekolah Menengah Atas. Sangat murah meriah untuk menyusuri tiap lekuk bangunan yang bernilai historis ini.

Selama masa pandemi covid-19 ini, diberlakukan protokol kesehatan bagi pengunjung Lawang Sewu. Seperti harus menggunakan masker, pemeriksaan suhu tubuh oleh petugas, mencuci tangan di tempat yang telah disediakan dan membayar tiket masuk secara non tunai.


Lawang Sewu
(Pengunjung mengabadikan diri dengan latar ornamen kaca patri pabrikan Johannes Lourens Schouten di bagian dalam bangunan Lawang Sewu. Foto: Arthurio Oktavianus)
 

Tetap kokoh


Lawang Sewu yang dalam Bahasa Jawa berarti “seribu jendela”, merupakan bangunan yang masih kokoh meski sudah melewati beberapa masa bersejarah Republik Indonesia. Pintu dan jendela berbahan kayu, menambah keunikan tampilan kokohnya bangunan.

Bahkan, satu pohon manga yang ditanam di tahun 1918 dan dinamai “tali jiwa”, masih tumbuh subur dan menjadi peneduh bagi pengunjung yang lelah berkeliling bangunan, dengan duduk santai di bangku tamannya.

Menyusuri Lawang Sewu seperti menarik pengunjung ke masa lalu, untuk melihat sejarah kereta api di Indonesia, sekaligus juga perubahan masa ke masa dari foto bangunan yang ditampilkan melalui layar televisi di ruang audiovisual.

Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News

(TIN)

MOST SEARCH