FAMILY

Do and Don't ketika Membangun Ikatan Orang Tua dengan Anak

Medcom
Sabtu 23 Juli 2022 / 12:11
Jakarta: Ikatan atau bonding antara orang tua dengan anak bisa dibangun lewat komunikasi yang terjalin dari keduanya. Bonding ini pun memengaruhi pertumbuhan dan perkembangan anak.
 
Rasa sayang orang tua tiada batasnya. Namun, disadari ataupun tidak, ada tindakan orang tua yang benar dan ada juga yang salah. Pada aktivitas sehari-harinya, anak ingin dekat secara fisik dengan sang orang tua.

"Sebenarnya kalau anak kan yang paling senang itu kalau ditemani sama orang tuanya. Main lego bareng atau main role play bareng, kan anak-anak seneng banget," tutur Jane Cindy, M.Psi, Psi., Psikolog di RS Pondok Indah - Bintaro Jaya kepada Medcom.id di Jakarta.
 
Jane memaparkan bahwa orang tua harus ikut terlibat dalam kegiatan tersebut dengan aktif 100 persen. Bukan sekadar terlihat secara fisik dengan hanya duduk di sebelah si buah hati.
 
"Tapi anaknya main sendiri. itu namanya bukan bonding, tapi yang memang benar-benar harus yang berinteraksinya dua arah. Ada interaktif dan komunikasi dari anak dan orang tua," katanya.
 
Sederhananya, kamu bermain bersama anak, seperti permainan di dalam rumah. Tidak ada ruginya juga ketika kamu mengajak anak pergi ke luar rumah. Misalnya bermain sepeda, trampolin, atau berenang bersama.
 
Kegiatan yang dilalui bersama tidak hanya bertujuan bermain, namun juga menjaga kedekatan hubunganmu sebagai orang tua dengan si kecil. Sambil bercanda juga itu bisa mengikat bonding antara orang tua dengan anak.

Sedangkan, jika menerapkan bonding yang salah, akan berisiko membuat jarak hubungan orang tua dan anak senggang atau terasa ada sekat. Parahnya, anak bisa saja menjauh dari orang tua.
 
Salah satu contoh, ketika anak melakukan kesalahan dan orang tua menghukumnya dengan cara yang tidak sewajarnya. Kamu memarahi dengan membentak anakmu secara refleks, atau bahkan memukulnya hingga dia menangis.
 
Mungkin seketika kamu merasa puas telah meluapkan kekesalan atau merasa telah bersikap tegas dalam mendidik si buah hati. Ada rasa gengsi untuk meminta maaf, di sisi lain kamu merasa hal tersebut wajar. Namun, hati si kecil yang tergores bisa membekas hingga dia beranjak dewasa.
 
"Pengaruhnya anak jadi terbiasa dengan tindak kekerasan. Bisa membuat anak mengekspresikan kemarahan dengan cara yang sama (memukul dan membentak) ke orang lain seperti teman-teman, saudara, asisten rumah tangga (ART), dan orang lain di sekitarnya," papar Jane.
 
Sebaiknya, berikan pengertian tentang perilaku apa dari anak yang termasuk kesalahan. Tekankan bahwa yang tidak baik atau buruk adalah perilakunya, bukan pribadinya. Kemudian, berikan penjelasan kenapa perilaku tersebut salah.
 
"Terapkan pula konsekuensi logis terhadap kesalahan anak. Bisa dengan memberikan anak konsekuensi untuk melakukan tugas tambahan tertentu. Hal ini penting agar anak belajar di kehidupan bermasyarakat nantinya bahwa selalu ada konsekuensi dari perbuatan seseorang," pungkasnya.

Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News

(FIR)

MOST SEARCH