FAMILY
Membedakan Stres dengan Burnout yang Dialami oleh Para Ibu saat Pandemi
Raka Lestari
Jumat 18 Desember 2020 / 14:57
Jakarta: Pandemi covid-19 membawa dampak yang begitu besar pada hampir semua orang. Salah satunya adalah para ibu yang harus mengerjakan berbagai macam tugas. Mulai dari pekerjaan rumah tangga, dan bagi para ibu yang bekerja juga harus mengerjakan pekerjaan kantornya.
"Para ibu memang riskan terkena stres dan risiko tertingginya adalah parental burnout hingga depresi, yang bisa memberikan dampak buruk juga untuk anak dan keluarga," kata Putu Andani, M.Psi., Psikolog dari TigaGenerasi, dalam acara Media Briefing BaBe: Peran Ibu di Masa Pandemi dan Tantangan Ibu di Tahun 2021.
Oleh karena itu, Putu menyarankan agar para ibu perlu menyadari batasan dirinya sebagai seorang manusia, bahwa ibu juga perlu istirahat dan menghargai diri sendiri. Ibu juga perlu membekali diri dengan berbagai cara untuk mengatur jadwal sehari-hari, dalam menghadapi tantangan perubahan pada 2021 nanti.
"Pada masa pandemi ini, ibu harus memainkan multiperan. Bukan hanya berperan sebagai ibu saja, tetapi juga berperan sebagai dirinya sendiri, kemudian peran dia sebagai ibu, sebagai istri, sebagai pekerja juga atau pengusaha misalnya. Kebayang betapa seorang ibu harus memiliki 5 kali adaptasi kalau memiliki 5 peran," ujar Putu.
Dan menurut Putu, itulah mengapa tingkat stres dari para ibu meningkat di tahun ini. Stres yang meningkat tersebut, ada yang bisa survive, atau bisa juga mengalami burnout atau depresi. Itulah gambaran dari tantangan para ibu di tahun 2020 ini.
"Burnout itu sering dipakai dalam dunia parenting tahun ini, karena ternyata banyak (ibu) yang mengalami burnout. Level sebelumnya itu stres. Dan stres itu masih tergolong level 1, burnout level 2, sedangkan level 3 itu kalau sudah mengalami depresi atau anxiety disorder. Jadi burnout itu berada di tengah-tengah antara stres dan depresi," ujar Putu.
Lalu membedakan stres dengan burnout adalah, kalau stres itu biasanya berlangsung lebih singkat. Sedangkan burnout ini lelah yang terlalu dalam yang menyebabkan ibu jadi berjarak dengan apapun yang dikerjakan.
"Misalnya, kita jadi menganggap anak kita itu sebagai pekerjaan. Tidak ada kedekatan sosial karena kita ingin break tapi tidak bisa (kelelahan emosional)," ujar Putu.
"Ketika kelelahan itu terjadi, kita akan berjarak dengan apa yang dikerjakan. Sehingga kita tidak memiliki sense of achievement. Padahal ketika kita melakukan sesuatu, butuh sense of achievment. Dan kalau hilang sense of achievement itu maka akan terjadi parental burnout," tutup Putu.
Cek Berita dan Artikel yang lain di
Viral! 18 Kampus ternama memberikan beasiswa full sampai lulus untuk S1 dan S2 di Beasiswa OSC. Info lebih lengkap klik : osc.medcom.id
(FIR)
"Para ibu memang riskan terkena stres dan risiko tertingginya adalah parental burnout hingga depresi, yang bisa memberikan dampak buruk juga untuk anak dan keluarga," kata Putu Andani, M.Psi., Psikolog dari TigaGenerasi, dalam acara Media Briefing BaBe: Peran Ibu di Masa Pandemi dan Tantangan Ibu di Tahun 2021.
Oleh karena itu, Putu menyarankan agar para ibu perlu menyadari batasan dirinya sebagai seorang manusia, bahwa ibu juga perlu istirahat dan menghargai diri sendiri. Ibu juga perlu membekali diri dengan berbagai cara untuk mengatur jadwal sehari-hari, dalam menghadapi tantangan perubahan pada 2021 nanti.
"Pada masa pandemi ini, ibu harus memainkan multiperan. Bukan hanya berperan sebagai ibu saja, tetapi juga berperan sebagai dirinya sendiri, kemudian peran dia sebagai ibu, sebagai istri, sebagai pekerja juga atau pengusaha misalnya. Kebayang betapa seorang ibu harus memiliki 5 kali adaptasi kalau memiliki 5 peran," ujar Putu.
Dan menurut Putu, itulah mengapa tingkat stres dari para ibu meningkat di tahun ini. Stres yang meningkat tersebut, ada yang bisa survive, atau bisa juga mengalami burnout atau depresi. Itulah gambaran dari tantangan para ibu di tahun 2020 ini.
"Burnout itu sering dipakai dalam dunia parenting tahun ini, karena ternyata banyak (ibu) yang mengalami burnout. Level sebelumnya itu stres. Dan stres itu masih tergolong level 1, burnout level 2, sedangkan level 3 itu kalau sudah mengalami depresi atau anxiety disorder. Jadi burnout itu berada di tengah-tengah antara stres dan depresi," ujar Putu.
Lalu membedakan stres dengan burnout adalah, kalau stres itu biasanya berlangsung lebih singkat. Sedangkan burnout ini lelah yang terlalu dalam yang menyebabkan ibu jadi berjarak dengan apapun yang dikerjakan.
"Misalnya, kita jadi menganggap anak kita itu sebagai pekerjaan. Tidak ada kedekatan sosial karena kita ingin break tapi tidak bisa (kelelahan emosional)," ujar Putu.
"Ketika kelelahan itu terjadi, kita akan berjarak dengan apa yang dikerjakan. Sehingga kita tidak memiliki sense of achievement. Padahal ketika kita melakukan sesuatu, butuh sense of achievment. Dan kalau hilang sense of achievement itu maka akan terjadi parental burnout," tutup Putu.
Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News
Viral! 18 Kampus ternama memberikan beasiswa full sampai lulus untuk S1 dan S2 di Beasiswa OSC. Info lebih lengkap klik : osc.medcom.id
(FIR)