COMMUNITY

Hukum Berkurban bagi yang Mampu

Yatin Suleha
Selasa 06 Mei 2025 / 09:50
Jakarta: Tak sedikit umat muslim yang masih kebingungan dan bertanya-tanya tentang bagaimana hukum berkurban bagi yang mampu. Apakah hukumnya kemudian menjadi wajib atau tetap sunah?

Di antara para ulama mazhab sendiri, juga terdapat perbedaan pendapat tentang hukum berkurban. Mayoritas ulama dari kalangan Malikiyah, Syafi’iyah, dan Hanabilah, hukum berkurban adalah sunah. Namun, Abu Hanifah berpendapat bahwa hukum berkurban bagi yang mampu adalah wajib. Lantas, mana hukum berkurban yang benar?
 

Apa makna berkurban?


Kurban berasal dari kata qorroba-yuqorribu-qurbaanan, yang bermakna mendekatkan diri. Maksudnya adalah mendekatkan diri kepada Allah Swt sebagai bentuk rasa syukur dan ketaatan. 

Hal ini juga dijelaskan dalam Al-Qur’an: “Sesungguhnya Kami telah memberikan kepadamu nikmat yang banyak. Maka dirikanlah shalat karena Tuhanmu; dan berkorbanlah.” (QS. Al-Kautsar: 1-2)

Melalui ayat di atas, Allah memerintahkan manusia untuk melaksanakan salat dan kurban sebagai bentuk mensyukuri nikmat Allah. Dengan berkurban, kita dapat berbagi kebahagiaan lebih banyak. Sebab, daging kurban tidak dinikmati sendiri, melainkan dinikmati oleh seluruh umat muslim.

Namun, untuk dapat menunaikan ibadah kurban tidaklah mudah apalagi murah. Seorang muslim perlu mengeluarkan sejumlah dana untuk membeli hewan kurban. Pelaksanaannya pun membutuhkan banyak dana dan sumber daya manusia. Maka, tak heran apabila disebutkan bahwa ibadah ini dianjurkan bagi mereka yang mampu secara materi.

Baca juga: Kurban Berkontribusi dalam Kesejahteraan Masyarakat
 

Hukum berkurban bagi yang mampu


Menurut para ulama, hukum berkurban adalah sunah muakad, yaitu ibadah yang sangat dianjurkan pada seorang muslim mampu secara finansial. Namun, bagaimana seseorang dapat dikatakan mampu?
 

1. Hukum berkurban bagi yang mampu menurut Mazhab Maliki


Ulama Mazhab Maliki mengatakan bahwa seseorang dapat dikatakan mampu apabila memiliki harta kekayaan sebesar 30 dinar. Bila dikonversikan ke rupiah, nominal satu dinar setara dengan dua juta rupiah. Maka apabila seseorang memiliki total kekayaan 60 juta rupiah, ia sangat dianjurkan untuk menunaikan ibadah kurban.
 

2. Hukum berkurban bagi yang mampu menurut Mazhab Syafii



(Dalam keadaan berada atau sedang mengalami kekurangan, Rasulullah selalu berkurban setiap tahun. Baginya, kurban adalah ibadah yang diupayakan setiap tahun, bukan ibadah yang dilakukan sekali seumur hidup. Foto: Dok. Istimewa)

Berbeda dengan Mazhab Maliki, Mazhab Syafii mengukur bahwa seseorang dapat dikatakan mampu apabila memiliki uang yang cukup untuk membeli hewan kurban. Dengan catatan, orang tersebut mampu memenuhi kewajiban untuk menafkahi keluarga beserta orang yang ditanggungnya selama hari-hari penyembelihan, yakni pada tanggal 10 sampai 12 Zulhijah.

Apabila seseorang memiliki uang senilai hewan kurban, namun keluarganya sendiri belum dinafkahi, maka tidak dianjurkan baginya untuk berkurban. Lebih baik memprioritaskan nafkah untuk keluarganya lebih dulu.

Baca juga: DKPP Bantul Minta Hewan Ternak Rutin Diberikan Obat Cacing Cegah Fasciola Hepatica
 

3. Menurut Mazhab Hambali, boleh berutang untuk kurban


Menurut Mazhab Hambali, seorang muslim dianjurkan berkurban apabila dapat mengusahakan membeli hewan ternak dengan menggunakan uang sendiri ataupun berutang. Mazhab Hambali membolehkan seorang muslim berutang terlebih dahulu untuk membeli hewan kurban.
 

4. Menurut Mazhab Hanafi hukum berkurban wwajib bagi yang mampu


Abu Hanifah berpendapat bahwa hukum berkurban menjadi wajib bagi yang mampu. Menurut Mazhab Hanafi, seseorang yang dikatakan mampu adalah mereka yang memiliki harta yang senilai dengan nisab zakat mal, yaitu 200 dirham. Telah melebihi kebutuhan pokok dan pihak yang wajib ditanggungnya. 

Pendapat Abu Hanifah ini berdasarkan hadis: “Barangsiapa yang memiliki kemampuan namun tidak berkurban, makan jangan sekali-kali mendekat ke tempat sholat kami.” (HR. Ahmad dan Ibnu Majah).

Namun, Syekh Wahbah al-Zuhaili dalam al-Fiqh al-Islami wa Adillatuhu, pada juz 3 halaman 597 mengatakan, “Para pakar hadis melemahkan hadis-hadisnya Hanafiyyah, atau diarahkan kepada pengukuhan atas kesunahan berkurban seperti masalah mandi Jumat dalam hadis Nabi; mandi Jumat wajib atas setiap orang baligh."

"Kesimpulan ini ditunjukkan oleh sebuah atsar bahwa Abu Bakar dan Umar tidak berkurban karena khawatir manusia meyakininya sebagai hal yang wajib, sementara hukum adalah tidak adanya kewajiban.”.
 

Sejarah kurban di kalangan Nabi dan Sahabat


Dalam keadaan berada atau sedang mengalami kekurangan, Rasulullah selalu berkurban setiap tahun. Walau memiliki gaya hidup sederhana, Nabi Muhammad tidak absen berkurban. Baginya, kurban adalah ibadah yang diupayakan setiap tahun, bukan ibadah yang dilakukan sekali seumur hidup.

Hadis Ibnu Abbas, beliau mendengar Nabi bersabda, “Tiga hal yang wajib baiku, sunah bagi kalian, yaitu salat witir, kurban, dan salat Dhuha” (HR Ahmad dan al-Hakim). 

Dalam riwayat Imam al-Tirmidzi disebutkan bahwa Nabi bersabda, “Aku diperintahkan berkurban, dan hal tersebut sunah bagi kalian” (HR al-Tirmidzi).

Rasulullah mewajibkan dirinya untuk berkurban, namun hukum berkurban bagi yang mampu tidak wajib, melainkan sunah. Abu Bakar dan Umar bin Khattab yang merupakan golongan mampu juga tidak selalu berkurban setiap tahun. Hal ini menunjukkan bahwa kurban bagi umat muslim tidak wajib, namun sunah muakad. Sebuah ibadah yang sangat dianjurkan.

Hukum berkurban bagi yang mampu adalah sunah muakad, atau ibadah yang sangat dianjurkan. Bila melaksanakannya akan mendapatkan balasan yang tidak sedikit dari Allah Swt. Pada hadis riwayat Ahmad dan Ibnu Majah dikatakan, “Pada setiap lembar bulunya itu kita memperoleh satu kebaikan”.
 

Tebar hewan kurban Dompet Dhuafa


Kurban bukanlah ibadah yang bersifat individual. Meski hukum berkurban bagi yang mampu adalah sunah muakad, namun kurban memiliki sifat sosial yang sangat tinggi. Allah memerintahkan daging kurban untuk dibagikan secara merata kepada seluruh umat muslim tanpa terkecuali.

Orang kaya maupun miskin dapat menikmati daging kurban. Mempererat silaturahmi dan merayakan hari raya Iduladha dengan sukacita.

Sering kali pembagian daging kurban hanya berputar di satu wilayah yang sama, tidak merata hingga daerah pelosok.

Oleh sebab itu, Dompet Dhuafa mengajak kamu untuk menebarkan hewan kurban hingga ke pelosok negeri agar dapat merasakan nikmat dan sukacita daging kurban di Hari Raya Iduladha. 


Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News

(TIN)

MOST SEARCH