Aceh: Entah karena cobaan, musibah atau ulah tangan jahil, kondisi tidak beruntung sedang tidak berpihak kepada petani di Kawasan Kabupaten Pidie, Provinsi Aceh, di musim tanam padi rendengan (musim tanam pertama) kali ini. Pasalnya, belum teratasi dari serangan hama wereng cokelat, dalam waktu bersamaan, lahan padi petani terus digerogoti penyakit kresek.
Penyakit Xanthomonas oryzae pv. Oryzae (Xoo) atau hawar daun bakteri menggerogoti tanaman padi sejak awal pertumbuhan hingga terjadi layu dan mati. Itu bisa menyebabkan hasil produksi gabah menurun drastis dan
sebagian lainnya puso.
Penelusuran Media Indonesia sejak tiga hari terakhir hingga Sabtu, 2 Maret 2024 penyakit berbahaya itu telah tersebar di 22 kecamatan dari 23 kecamatan di Kabupaten Pidie. Hampir semua yang terserang itu diduga tanam padi varietas benih galur (benih padi non sertifikasi dan tidak ada izin sebar dari pemerintah).
Ironisnya benih galur di Pidie dan sekitarnya beredar atau dijual bebas. Kemudian tidak ada penertiban oleh pihak terkait dan seperti terbiarkan aksi jahat itu. Bahkan terjadi ditengah kondisi harga beras sedang karut marut.
Misalnya di Kecamatan Indrajaya, Delima, Peukan Baro, Mila, Mutiara, Kota Bakti dan kecamatan Titeu, petani di hantui oleh serangan penyakit kresek itu itu. Apalagi sebagian lahan mereka sedang terkena serangan dan sebagian lainnya sudah memanen dengan perolehan hasil menurun luar biasa.
"Kali ini merugi, karena sebelumnya bisa menghasilkan 45 hingga 52 karung per petak sawah, hasil dia hari lalu hanya memperoleh 17 karung," tutur Muslim, petani di Kecamatan Indrajaya, kepada Media Indonesia.
Muslim mengaku cukup banyak petani di kawasan itu menggunakan benih Cibatu (Ciherang batu) atau turunannya yatu Vibatu F 1, Cibatu F 2, Cibatu F 3, Cibatu F 4 dan Cibatu F 5. Selain itu peta'i di kawasan Pidie dan sekitarnya juga menggunakan benih CBD (Cot Bada), Bojeng (persilanganCibatu-Boma), Kabir (Karawang Bireuen), Suet dan benih Srikandi.
Sayang mereka kurang memahami bahwa semua benih Cibatu dan beberapa jenis lainnya adalah varietas benih ilegal atau benih palsu yang tidak ada uji laboratorium. Kemudian mereka juga tidak memahami kalau benih galur tersebut lemah imun kekebalan hama penyakit, tidak tahan serangan dan mudah tersebar ke varietas lainnya.
"Ada lahan sawah mulai tahun lalu sudah mulai terkena serangan. Lalu kami beri pemahaman kepada petaninya bahwa ke depan jangan memakai lagi benih tersebut. Tapi tidak mematuhi himbauan kami, ternyata kali ini kambuh lagi habis satu petak sawah tidak sempat memanen," Kata Yusri, kepala BPP (Balai Penyuluh Pertanian) Kecamatan Indrajaya. MI/Amiruddin Abdullah Reubee Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News