Meski menyandang tunadaksa sejak kecil, pasangan suami istri warga Kelurahan Waioti, Kecamatan Alok Timur di Kabupaten Sikka, Nusa Tenggara Timur tak mau larut dalam keterbatasan. Mereka adalah pasangan suami istri Yoseph Loku dan Albina Abon.
Meski menyandang tunadaksa sejak kecil, pasangan suami istri warga Kelurahan Waioti, Kecamatan Alok Timur di Kabupaten Sikka, Nusa Tenggara Timur tak mau larut dalam keterbatasan. Mereka adalah pasangan suami istri Yoseph Loku dan Albina Abon.
Berbekal dengan keterampilan menjahit, keduanya sukses menggeluti usaha jahitan pakaian. Bahkan saat ini, keduanya sudah bisa menyewa salah satu ruangan yang ada di Pasar Tingkat Maumere untuk usaha menjahit.
Berbekal dengan keterampilan menjahit, keduanya sukses menggeluti usaha jahitan pakaian. Bahkan saat ini, keduanya sudah bisa menyewa salah satu ruangan yang ada di Pasar Tingkat Maumere untuk usaha menjahit.
Bukan itu saja, dari usaha menjahit, keduanya bisa sekolahkan enam orang anaknya. Yang mana, anak pertama mereka saat ini sedang menempuh pendidikan tinggi di STFK Ledalero Maumere semester tiga. Sementara lima orang anaknya lagi saat ini bersekolah di tingkat SMA dan SD.
Bukan itu saja, dari usaha menjahit, keduanya bisa sekolahkan enam orang anaknya. Yang mana, anak pertama mereka saat ini sedang menempuh pendidikan tinggi di STFK Ledalero Maumere semester tiga. Sementara lima orang anaknya lagi saat ini bersekolah di tingkat SMA dan SD.

Kisah Pasutri Tunadaksa di Sikka Sekolahkan Anak-anak Lewat Menjahit

29 September 2021 21:25
Sikka: Meski menyandang tunadaksa sejak kecil, pasangan suami istri warga Kelurahan Waioti, Kecamatan Alok Timur di Kabupaten Sikka, Nusa Tenggara Timur tak mau larut dalam keterbatasan. Mereka adalah pasangan suami istri Yoseph Loku dan Albina Abon. 

Berbekal dengan keterampilan menjahit, keduanya sukses menggeluti usaha jahitan pakaian. Bahkan saat ini, keduanya sudah bisa menyewa salah satu ruangan yang ada di Pasar Tingkat Maumere untuk usaha menjahit. Bukan itu saja, dari usaha menjahit, keduanya bisa sekolahkan enam orang anaknya. Yang mana, anak pertama mereka saat ini sedang menempuh pendidikan tinggi di STFK Ledalero Maumere semester tiga. Sementara lima orang anaknya lagi saat ini bersekolah di tingkat SMA dan SD.

Yoseph Loku memperlihatkan usaha menjahit yang ia bersama istrinya geluti di Pasar Tingkat Maumere sebagai tempat mereka bekerja setiap harinya. Terlihat dua unit mesin jahit dan satu mesin obras. Ia juga menunjukan beberapa pakaian hasil jahitan keduanya yang dipajang di dalam ruangan yang mereka sewa tersebut.

Ia mengatakan ketika memiliki usaha menjahit sendiri tidak gampang. Tantangan yang ia bersama istrinya hadapi itu bersaing dengan para penjahit yang memiliki tubuh fisik yang normal. Hal ini dikarenakan kebanyakan masyarakat umum melihat orang difabel itu dari fisiknya bukan dari kualitas yang dihasilkan.

Dia menuturkan saat ini menjahit sudah menjadi pekerjaan pokok dirinya bersama istri. Sehingga dari hasil usaha menjahit dirinya bisa membuat rumah dan menyekolahkan enam orang anaknya. 

Dia sampaikan dirinya merasa bangga dengan kondisi fisiknya hal ini dikarenakan dirinya tidak merasa cacat fisik. "Saya ini merasa kondisi saya ini normal karena saya bekerja seperti mereka yang lain. Yang merasa saya bangga lagi itu, semua penjahit yang ada di Pasar Tingkat Maumere ini orang-orang normal semua. Cuma saya dengan istri yang difabel. Saya buktikan bahwa kami difabel juga bisa bekerja seperti orang normal. Saya malu itu kecuali saya minta. Saya tidak pernah malu dengan kondisi fisik saya ini," papar dia. MI/Gabriel Langga

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News


(KHL)

News penyandang disabilitas kisah inspiratif tunadaksa Kabupaten Sikka