Jakarta: Direktorat Tindak Pidana Narkoba Bareskrim Polri menyita aset seorang bandar narkoba jaringan Malaysia-Indonesia Hendra Sabarudin dari pengungkapan kasus tindak pidana pencucian uang (TPPU). Nilai aset yang disita mencapai Rp221 miliar.
"Nilai total aset sebesar Rp221 miliar. Ini ada barang bukti yang terpampang pembelian dari hasil peredaran gelap narkoba," kata Kabareskrim Polri Komjen Wahyu Widada dalam konferensi pers di Lapangan Bhayangkara, Rabu, 18 September 2024.
Wahyu mengatakan berdasarkan penyidikan gabungan dengan Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK), diketahui bahwa perputaran uang haram yang dihasilkan Hendra mencapai Rp2,1 triliun. Fulus triliunan rupiah ini akumulasi dari bisnis narkoba yang dijalankannya dari 2017-2024.
"Uang dari hasil kejahatan tersebut sebagian disamarkan dengan membeli aset-aset yang telah disita menjadi barang bukti," ujar jenderal bintang tiga itu.
Wahyu merinci aset itu ialah 21 kendaraan roda empat, 28 kendaraan roda dua, lima kendaraan laut (1 speed boat, 4 kapal. Lalu, dua Kendaraan Jenis ATV, 44 tanah dan bangunan, 2 jam tangan mewah, uang tunai Rp1.200.000.000 (Rp1,2 miliar), dan deposito standard chartered sebesar Rp500.000.000.
Adapun modus operandi dalam TPPU ini, Hendra menyamarkan hasil kejahatannya dengan tiga tahapan. Yaitu menempatkan hasil kejahatan di rekening-rekening penampung atas nama tersangka A dan M.
Kemudian, pada tahap pelapisan yaitu mentrasnfer uang dari rekening penampung ke rekening atas nama T, MA, dan AM. Terakhir, tahap penyatuan yaitu membelanjakan uang dari rekening atas
nama T, MA, dan AM menjadi beberapa aset.
Wahyu menjelaskan bandar kakap jaringan narkoba Malaysia-Indonesia tersebut ditangkap pada 2020. Hendra Sabarudi divonis hukuman mati. Namun, hukuman Hendra diringankan menjadi 14 tahun setelah melakukan upaya hukum.
Setelah mendapatkan peringanan hukuman bukannya berkelakuan baik, warga binaan Lapas Tarakan Kelas II A ini malah kerap berulah. Bahkan membuat kerusuhan. Hal itu diketahui dari informasi Direktorat Jenderal Pemasyarakatan (Ditjen PAS) Kemenkumham.
Menyusul itu, Bareskrim Polri mengumpulkan data narapidana tersebut bekerja sama dengan PPATK, Ditjen PAS dan BNN. Hasil penyelidikan, diketahui Hendra masih mengendalikan peredaran narkoba dari dalam sel.
"Untuk peredaran narkoba di wilayah Kalimantan Utara, Kalimantan Timur, Kalimantan Selatan, Sulawesi, Bali, dan Jawa Timur. Maka dari itu dilakukan penyidikan lebih lanjut," ungkap Wahyu.
Wahyu menuturkan atas pengendalian Hendra alias Udin, barang haram jenis sabu masuk ke Indonesia dari Malaysia sebanyak 7 ton lebih. Barang haram itu masuk Tanah Air dibantu F. Kini F masih diburu.
Kemudian, uang hasil kejahatan disamarkan dalam bentuk aset bergerak dan tidak bergerak. Wahyu mengungkapkan dalam TPPU tersebut Hendra dibantu oleh delapan orang yang telah ditetapkan sebagai tersangka. Yakni Triomawan (T), M Amin (MA), Syahrul (S), Chandra Ariansyah (CA), Abdul Aziz (A), Nur Yusuf (NY), Rivky Oktana (RO), dan Arie Yudha (AY).
"Peran mereka mengelola uang hasil kejahatan dan melakukan pencucian uang," pungkas Wahyu.
Kelompok Hendra ini dikenakan Pasal 3, 4, 5, 6, 10 Undang-Undang Nomot 8 Tahun 2010 tentang Tindak Pidana Pencucian Uang. Dengan ancaman hukuman 20 tahun penjara dan denda Rp5 miliar. Medcom.id/Siti Yona Hukmana Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News