Mahkamah Konstitusi (MK) memutuskan mengubah ketentuan desain surat suara dalam pemilihan kepala daerah (pilkada) dengan satu pasangan calon atau calon tunggal menjadi model plebisit yang mulai berlaku pada Pilkada 2029.
Mahkamah Konstitusi (MK) memutuskan mengubah ketentuan desain surat suara dalam pemilihan kepala daerah (pilkada) dengan satu pasangan calon atau calon tunggal menjadi model plebisit yang mulai berlaku pada Pilkada 2029.
MK menyatakan bahwa pilkada calon tunggal dengan menggunakan surat suara yang memuat nama dan foto pasangan calon serta dua kolom kosong di bagian bawah yang berisi atau memuat pilihan untuk menyatakan 'setuju' atau 'tidak setuju' terhadap satu pasangan calon tersebut.
MK menyatakan bahwa pilkada calon tunggal dengan menggunakan surat suara yang memuat nama dan foto pasangan calon serta dua kolom kosong di bagian bawah yang berisi atau memuat pilihan untuk menyatakan 'setuju' atau 'tidak setuju' terhadap satu pasangan calon tersebut.
"Mengabulkan permohonan para pemohon untuk sebagian," kata Ketua MK Suhartoyo membacakan amar Putusan Nomor 126/PUU-XXII/2024 di Ruang Sidang Pleno MK, Jakarta, Kamis, 14 November 2024.
Permohonan uji materi tersebut diajukan oleh mahasiswa dan karyawan swasta bernama Wanda Cahya Irani dan Nicholas Wijaya. Salah satu pokok permohonan para pemohon berkaitan dengan desain surat suara dalam Pasal 54 C ayat (2) Undang-Undang Nomor 10 Tahun 2016 tentang Pemilihan Gubernur, Bupati, dan Wali Kota.
Permohonan uji materi tersebut diajukan oleh mahasiswa dan karyawan swasta bernama Wanda Cahya Irani dan Nicholas Wijaya. Salah satu pokok permohonan para pemohon berkaitan dengan desain surat suara dalam Pasal 54 C ayat (2) Undang-Undang Nomor 10 Tahun 2016 tentang Pemilihan Gubernur, Bupati, dan Wali Kota.

MK Ubah Ketentuan Desain Surat Suara Pilkada Calon Tunggal per 2029

14 November 2024 15:28
Jakarta: Mahkamah Konstitusi (MK) memutuskan mengubah ketentuan desain surat suara dalam pemilihan kepala daerah (pilkada) dengan satu pasangan calon atau calon tunggal menjadi model plebisit yang mulai berlaku pada Pilkada 2029.
  
MK menyatakan bahwa pilkada calon tunggal dengan menggunakan surat suara yang memuat nama dan foto pasangan calon serta dua kolom kosong di bagian bawah yang berisi atau memuat pilihan untuk menyatakan 'setuju' atau 'tidak setuju' terhadap satu pasangan calon tersebut.
  
"Mengabulkan permohonan para pemohon untuk sebagian," kata Ketua MK Suhartoyo membacakan amar Putusan Nomor 126/PUU-XXII/2024 di Ruang Sidang Pleno MK, Jakarta, Kamis, 14 November 2024.
  
Permohonan uji materi tersebut diajukan oleh mahasiswa dan karyawan swasta bernama Wanda Cahya Irani dan Nicholas Wijaya. Salah satu pokok permohonan para pemohon berkaitan dengan desain surat suara dalam Pasal 54 C ayat (2) Undang-Undang Nomor 10 Tahun 2016 tentang Pemilihan Gubernur, Bupati, dan Wali Kota.
  
MK menyimpulkan dalil permohonan para pemohon terkait dengan desain surat suara tersebut beralasan menurut hukum sebagian. Oleh karena itu, MK menyatakan Pasal 54 C ayat (2) Undang-Undang Nomor 10 Tahun 2016
inkonstitusional bersyarat.
  
Dalam pertimbangannya, MK menyoroti keterangan dalam surat suara yang digunakan pada pilkada calon tunggal saat ini yang berbunyi "Coblos pada: Foto pasangan calon atau kolom kosong tidak bergambar".
  
Menurut MK, narasi keterangan tersebut bukan suatu bentuk narasi yang utuh dan komprehensif dalam penyajian suatu pilihan sebab keterangan tersebut tidak dilengkapi dengan narasi yang menggambarkan implikasi dari masing-masing pilihan.
  
Oleh sebab itu, Mahkamah menilai narasi keterangan dimaksud dapat menimbulkan mispersepsi bagi pembaca, mengingat tidak semua pemilih mengerti bahwa kolom kosong merupakan tempat untuk menyatakan pilihan tidak setuju terhadap calon tunggal.
  
MK berpendapat bahwa kesalahpahaman akibat ketiadaan informasi atau penjelasan yang utuh dalam keterangan yang dimuat pada desain surat suara untuk pilkada calon tunggal secara langsung akan berdampak pada para pemilih dalam mengambil keputusan.
  
Dalam batas penalaran yang wajar, MK menilai desain surat suara yang demikian tidak memberikan keseimbangan dalam pilkada yang demokratis dan jauh dari asas-asas pemilu yang diamanatkan UUD NRI Tahun 1945.
  
Untuk memberikan keseimbangan agar asas-asas pemilu tergambar dengan benar dalam pilkada calon tunggal, MK tetap pada pendiriannya yang menghendaki agar kontestasi pilkada calon tunggal kembali menggunakan model plebisit, yakni model yang meminta para pemilih untuk menentukan 'setuju' atau 'tidak setuju' dengan calon tunggal.
  
Meski demikian, pilihan tersebut masih tetap dapat menyisakan persoalan karena terdapat pemilih yang tidak bisa atau memiliki keterbatasan baca-tulis. Oleh karena itu, MK berpesan agar KPU menyosialisasikan secara intensif makna kata 'setuju' atau 'tidak setuju' dalam surat suara pilkada calon tunggal.
  
Pada pertimbangannya, MK juga menyoroti fakta bahwa Pilkada 2024 telah memasuki tahap menjelang pemungutan suara dan tahapan pencetakan surat suara telah dilakukan sehingga model desain surat suara yang diubah oleh MK tidak memungkinkan untuk dilaksanakan pada pilkada tahun ini. MI/Usman Iskandar

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News


(CDE)

News mahkamah konstitusi Surat Suara Pemilu pilkada