Jakarta: Madeleine Albright, yang datang ke Amerika Serikat sebagai pengungsi anak-anak dan menjadi Menteri Luar Negeri pertama pertama, yang membentuk kebijakan luar negeri AS pada akhir abad ke-20, meninggal dunia pada usia 84 tahun.
Diangkat oleh Presiden Bill Clinton pertama kali sebagai duta besar untuk PBB, kemudian sebagai diplomat top AS, Albright adalah salah satu negarawan paling berpengaruh di generasinya.
Dalam berkabung atas kematiannya, Clinton mengatakan Albright telah menjadi kekuatan untuk kebebasan, demokrasi dan hak asasi manusia, menyebut kematiannya sebagai kehilangan besar bagi dunia.
Saat mengumumkan pilihannya atas Albright untuk mengepalai Departemen Luar Negeri, Clinton mengatakan gender tidak ada hubungannya dengan dia mendapatkan pekerjaan itu dan bahwa dia adalah kandidat yang paling memenuhi syarat. Namun, Albright menyadari pentingnya penunjukan itu.
"Dulu satu-satunya cara seorang wanita dapat benar-benar membuat pandangan kebijakan luar negerinya terasa adalah dengan menikahi seorang diplomat dan kemudian menuangkan teh di pangkuan duta besar yang menyinggung," dia pernah berkata dalam pidatonya di Women in Foreign Policy Group. "Hari ini, perempuan terlibat dalam setiap aspek urusan global."
Menyusul berita kematiannya, juru bicara Departemen Luar Negeri Ned Price mengatakan Albright telah menjadi perintis sebagai menlu wanita pertama dan benar-benar membuka pintu bagi elemen besar tenaga kerja.
Albright memimpin Departemen Luar Negeri di dunia pasca-Perang Dingin di mana Amerika Serikat telah muncul sebagai negara adidaya tunggal, memimpin diskusi penting dengan para pemimpin dunia tentang pengendalian senjata, perdagangan, terorisme, dan masa depan NATO.
Digambarkan oleh keluarganya sebagai pejuang demokrasi dan hak asasi manusia yang tak kenal lelah, Albright dianugerahi kehormatan sipil tertinggi negara itu, Presidential Medal of Freedom, oleh presiden Barack Obama pada 2012.
Lahir sebagai Marie Jana Korbelova di Cekoslowakia pada 15 Mei 1937, Albright datang ke AS sebagai pengungsi bersama keluarganya pada tahun 1948 dan menjadi warga negara AS pada tahun 1957.
Ayahnya, Josef Korbel, seorang diplomat, telah berpindah agama dari Yudaisme ke Katolik setelah keluarganya pindah ke London pada tahun 1939 untuk melarikan diri dari Nazi. AFP PHOTO/JOHN THYS/LUKE FRAZZA/WILLIAM PHILPOTT/JOYCE NALTCHAYAN Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News