Jakarta: Kepala negara pertama Timor Leste yang terpilih secara demokratis, Xanana Gusmao, kembali berkuasa pada Sabtu, 1 Juli 2023, delapan tahun setelah ia mengundurkan diri sebagai PM negara demokrasi termuda di Asia Tenggara.
"Visi saya untuk rakyat adalah agar mereka lebih sejahtera, terdidik, berkualitas dan inovatif, menciptakan lebih banyak lapangan kerja dan mengutamakan sektor-sektor produktif sehingga kita dapat membangun ekonomi yang lebih baik," kata Gusmao dalam pidato pengukuhannya.
Kongres Nasionalnya untuk Rekonstruksi Timor (CNRT) memimpin dengan 41,6 persen suara dalam pemilihan parlemen pada akhir Mei, sementara lawan utama partai dan pemimpin koalisi petahana Fretilin mendapat 25,7 persen, menurut komisi pemilihan.
Mantan pemimpin pemberontak berusia 77 tahun itu pada Sabtu juga berjanji untuk memperbaiki undang-undang negara itu dan mengembangkan proyek pipa gas.
"Pemerintah akan memprioritaskan meninjau sistem peradilan serta pembangunan, mulai dari desa-desa, juga untuk membawa pipa Greater Sunrise ke Timor Leste," katanya.
Putra seorang guru keturunan Portugis-Timor, Gusmao dibesarkan di tempat yang saat itu merupakan koloni Portugis. Dia bergabung dengan Front Revolusioner untuk Timor Timur Merdeka (Fretilin) pada tahun 1975, berjuang untuk kemerdekaan pertama dari Portugal dan kemudian Indonesia.
Terlahir dengan nama Jose Alexandre Gusmao, dia mengadopsi nama kode Xanana, kabarnya terkait dengan lagu doo-wop yang populer.
Dia dengan cepat bangkit dari barisan perlawanan dan menjadi pemimpin sayap militer Fretilin, Falintil, pada 1981, menghabiskan sebagian besar hidupnya di hutan bersama sesama pejuang.
Ketika ditangkap oleh pasukan Indonesia pada 1992, ia terus memimpin perjuangan dari penjara di Jakarta.
Selama di penjara, dia bertemu dengan istri keduanya melalui korespondensi. Pekerja bantuan Australia Kirsty Sword awalnya mengajar bahasa Inggris Gusmao melalui surat, tetapi dia menyelinap ke penjara untuk bertemu langsung dengannya.
Gusmao mendapatkan julukan 'pejuang penyair' selama menjalankan tugas di balik jeruji besi ketika dia dikenal melukis dan menulis puisi.
"Dia adalah pemimpin perlawanan yang hebat, dia hebat dalam menyatukan orang," kata Damien Kingsbury, seorang profesor emeritus di Universitas Deakin Melbourne, kepada AFP.
"Dia memperoleh hasil terbaik untuk CNRT pada pemilihan terakhir, dia adalah kepribadian politik yang tangguh." AFP PHOTO/VALENTINO DARIELL DE SOUSA Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News