Miskinkan Sindikat Narkoba

Miskinkan Sindikat Narkoba

29 Juni 2021 07:30
WAKIL Presiden Ma’ruf Amin meminta adanya tindakan tegas dalam penegakan hukum kasus narkotika dan tindak pidana pencucian uang (TPPU). Termasuk penyitaan aset untuk memiskinkan para pelaku dan sindikat narkoba.

“Ini juga menjadi salah satu cara agar produksi dan peredaran narkoba tidak dapat beroperasi lagi,” ujarnya dalam acara peringatan Hari Anti Narkotika Internasional (HANI) 2021 secara virtual, Senin, 28 Juni 2021.

Perang melawan narkoba juga memerlukan sinergi di tingkat nasional, regional, hingga internasional. Berdasarkan data dan fakta, sebagian besar narkoba berasal dari luar negeri. “Sinergitas dan kerja sama terutama dalam kegiatan penyelidikan, tukarme nukar informasi, dan operasi bersama,” ujarnya.

Ma’ruf menyebut permasalahan penanggulangan narkoba antara lain narkoba disalahgunakan penduduk usia produktif antara 15 hingga 64 tahun. “Peredaran narkoba sudah merambah hingga ke desa-desa serta melibatkan perempuan dan anak-anak sebagai kurir maupun penyalahguna. Transaksi narkoba juga bermutasi dari modus operandi tradisional ke penggunaan teknologi daring," paparnya.

Terpisah, anggota DPR RI kembali mempertanyakan hukuman ringan bagi pemilik narkotika jenis sabu sebanyak 821 kilogram. Anggota Komisi III DPR Habiburrahman, misalnya, meyakini putusan Pengadilan Tinggi (PT) Banten yang hanya menjatuhkan 20 tahun penjara berdampak buruk bagi pemberantasan narkoba. “Ya tentu saja akan berdampak dan melemahkan semangat aparat kita melawan narkoba,” katanya.

PT Banten menganulir hukuman mati untuk bandar sabu Bashir Ahmed dan Adel bin Saeed menjadi masing-masing 20 tahun penjara. Keduanya merupakan pemilik sabu 821 kilogram yang dikirim dari Iran. Bashir adalah WNA asal Pakistan sedangkan Adel asal Yaman.

Harus dieksaminasi
Pakar hukum pidana Suparji Ahmad menilai dua putusan PT Banten dan Bandung yang menganulir hukuman mati harus dieksaminasi. Pasalnya, barang buktinya kuat sehingga seluruh terdakwa dalam kepemilikan sabu ini patut disanksi maksimal.

Menurut dia, PT dan PN berkedudukan sama dalam hal sebagai judex facti atau tahap pembuktian fakta. Maka perlu dipastikan landasan yang diambil para hakim PT yang menganulir hukuman maksimal yang sudah diputus PN.

“Padahal kedua pengadilan tersebut sama-sama sebagai judex facti atau yang memutus berdasar fakta dan alat bukti. Putusan ini pun sangat berpengaruh terhadap perang melawan narkoba,” ungkapnya.

Senada dengan pendapat pakar hukum pidana Universitas Trisakti Abdul Fickar Hadjar. “Ya, putusan hakimnya perlu dieksaminasi, jangan-jangan sudah terjadi polusi atau dengan kata lain sudah terjadi intervensi baik tekanan kekuasaan atau uang atau apa pun,” pungkasnya.

Ketua Masyarakat Hukum Pidana dan Kriminologi Indonesia (Mahupiki) Yenti Garnasih mempertanyakan sensitivitas majelis hakim PT yang menganulir vonis mati terhadap bandar narkoba.

Yenti berpendapat, seperti halnya korupsi, terorisme, dan kejahatan seksual pada anak, kejahatan narkotika juga harus dipandang sebagai hal yang sangat serius. Meskipun memiliki independensi dalam memutus sebuah per kara, Yenti mengingatkan bahwa hakim juga memiliki pedoman saat memutus yakni disparitas hukuman. Hal ini harus ditelusuri dengan membandingkan perkara serupa yang telah diputus sebelumnya. Dok Media Indonesia

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

(WWD)

Grafis narkoba