Panduan Puasa bagi Orang Berkomorbid

Panduan Puasa bagi Orang Berkomorbid

14 April 2021 08:49
DIANI, perempuan berusia 53 tahun, mengidap diabetes dan hipertensi sejak lima tahun terakhir. Sudah 9 bulan ini rutin mengonsumsi obat dan menyuntikkan insulin.

Angka HbA1c miliknya naik-turun dengan posisi saat ini se besar 8,3% dengan tensi di kisaran 140-160. Ia meminta pertimbangan dokter apakah dirinya masih layak menjalankan puasa Ramadan selama sebulan penuh ke depan?

HbA1c memperlihatkan rata-rata kadar glukosa dalam darah selama 3 bulan terakhir. Normalnya, angka HbA1c berada di bawah 6,0%.

Dokter spesialis penyakit dalam konsultan pulmonologi dari RSCM, Ceva Wicaksono Pitoyo, mengatakan pengidap diabetes dengan angka HbA1c di atas 7% disaran kan menunda puasa sampai gula darahnya lebih terkontrol.

Dari kasus Diani, dokter Ceva melihat Diani masih punya kesem patan menurunkan gulanya dengan catatan. “Obat masih harus dikonsumsi karena angka HbA1c 8,3% menunjukkan gula darah belum bisa dikontrol betul,” sebutnya.

Adapun untuk hipertensinya, kata Ceva, angka 140-160 tidak terlalu mengganggu karena dinilai sudah cukup. “Jadi, hipertensinya oke, tapi gula darahnya perlu dikontrol,” jawab Ceva saat webinar berjudul Puasa dan
Penyakit Kronis yang diadakan Perhimpunan Dokter Spesialis Penyakit Dalam Indonesia (Papdi), Jumat, 9 April 2021.

Mengapa begitu? Sebab, pada orang dengan gula darah tidak terkontrol, gula darah akan diproduksi hati. Pada kondisi ini, limbah metabolisme akan bertambah banyak dan menjadi sulit tubuh memproduksi gula.

“Karenanya, kontrol gula darah dulu baru puasa,” serunya. Ketua Umum Papdi DR dr Sally Aman Nasution SpPD, K-KV, FINASIM , FACP menimpali bahwa diabetes dan hiper tensi adalah teman akrab yang harus dihindari.  

“Keduanya harus terkontrol. Range hipertensi 160 untuk pasien diabetes sih masih terlalu tinggi,” imbuhnya.

Untuk bisa menjalankan puasa sebulan penuh, kata dokter Sally, pengidap diabetes harus berada dalam kondisi stabil. Apalagi, pada pengidap diabetes dengan gangguan ginjal dan jantung, kondisi itu amat berdampak.

Spesialis penyakit dalam dari RS Pondok Indah, dr Wismandari SpPD, K-EMD, FINASIM menambahkan, untuk mengetahui bisatidaknya berpuasa, kondisi gula pasien diabetes itu harus dalam kondisi terkontrol sejak satu sampai dua bulan (4-8 minggu) sebelum puasa. “Kadar gulanya harus bagus dan stabil dulu jadinya,” ucapnya.

Pada dasarnya pasien dengan penyakit kronis dan penyintas covid-19 bisa melaksanakan puasa. Namun, dengan catatan.

Covid-19
Diabetes dan hipertensi termasuk deretan penyakit komorbid (penyerta) kronis, bersama dengan jantung, kanker, dan gagal ginjal.

Dokter Ceva menyampaikan, pada dasarnya pasien dengan penyakit kronis dan penyintas covid-19 bisa melaksanakan puasa. Meski demikian, ada sejumlah hal yang harus diperhatikan.

“Pasien penyakit kronis dan penyintas covid-19 harus memperhatikan asupan makanannya saat puasa. Harus mengonsumsi protein yang cukup seperti susu, daging, ikan, dan telur,” kata Ceva.

Sebab sering kali berpuasa dapat menurunkan berat badan dan massa otot pada tubuh. Adapun di masa covid-19 massa otot sangat penting untuk pernapasan. “Di era covid-19 otot sangat penting untuk bernapas. Karenanya, kalau lagi sakit, sebaiknya tidak berpuasa,” bebernya.

Lantas, bagaimana dengan puasa pada pasien covid-19 yang masih dirawat? Dokter Ceva mengatakan, pada pasien yang masih dirawat menggunakan infus dan obat-obatan yang diminum dan disuntikkan, secara syariat tidak sah puasanya. Jadi, memang tidak bisa berpuasa.

“Untuk penyintas covid-19 yang masih ada bercak-bercak putih di paru-parunya, kurangi yang manis-manis saja dan karbohidrat. Bisa berpuasa,” pungkasnya. Dok Media Indonesia

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

(WWD)

Grafis Ramadan 2021