Jakarta: Kondisi utang Indonesia dipastikan dalam kondisi yang baik dan terukur. Hal itu dibuktikan dengan berbagai peringkat yang dikeluarkan oleh sejumlah lembaga pemeringkat utang dan investasi internasional.
Hal itu disampaikan Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati dalam Kuliah Umum Media Indonesia bertajuk Kondisi Ekonomi dan Fiskal Indonesia di Tahun Politik di Kompleks Media Grup, Jakarta, Jumat, 3 Februari 2023.
"Rating kita dibilang positif outlook, sekarang BBB, kita akan masuk ke investment grade yang mudah-mudahan A. Itu menggambarkan bahwa dia (kondisi utang dan investasi) baik-baik saja, sustainable, kalau ugal-ugalan ya tidak mungkin positif outlook-nya," kata dia.
Diketahui, hingga akhir 2022 posisi utang Indonesia berada di angka Rp7.733,9 triliun. Dengan nilai itu, rasio utang Indonesia ialah 39,57% terhadap Produk Domestik Bruto (PDB). Rasio tersebut masih dalam posisi aman karena berada jauh di bawah ambang batas internasional maupun Undang-Undang, yakni 60% terhadap PDB.
Utang tersebut berasal dari penerbitan SBN yang mencapai Rp6.846,89 triliun, setara 88,53% dari total utang pemerintah. Lalu utang dalam bentuk pinjaman tercatat sebesar Rp19,67 triliun dan Rp867,43 triliun sisanya berasal dari pinjaman luar negeri, setara 11,47% dari total utang.
Adapun rupiah turut mendominasi nilai utang pemerintah, yakni mencapai 70,75% dari total utang dan 29,25% sisanya merupakan utang dengan mata uang asing. "Currency-nya kita jaga antara rupiah dengan yang Forex kalau kemudian kita lihat maturitasnya atau jatuh temponya harus cukup panjang," kata Sri Mulyani.
"Makanya pemerintah makin banyak surat berharga negara yang di-issue di dalam negeri," sambungnya.
Sri Mulyani menambahkan, saat ini penarikan utang yang dilakukan pemerintah juga relatif lebih aman karena bersumber dari dana masyarakat. Itu didapat melalui penerbitan Surat Berharga Negara (SBN) yang saat ini mayoritas investornya berasal dari dalam negeri.
"Jadi kalau kita bicara tentang pengelolaan utang, kita lihat sumber utangnya dari mana, masyarakat kita sekarang ingin membeli surat berharga negara," terangnya. MI/M Ilham RamadhanÂ
Foto: MI/Ramdani