Malang: Ibu Yuliati duduk sembari memegang foto mendiang putranya di trotoar luar Stadion Kanjuruhan, Kabupaten Malang, Jawa Timur. Sang putra adalah Bregi Andri Kusuma Anggi, anak kedua dari empat bersaudara.
Yuliati hanya terdiam dengan ditemani tiga putranya, yakni Riki Setiawan, Luki Angga dan Deka Alfandi. Warga Dusun Sonowangi, Desa Sumberbuncis, Kecamatan Ampelgading, Kabupaten Malang, itu sengaja datang ke Stadion Kanjuruhan bersama keluarga korban lainnya untuk berdoa bersama. Usai berdoa, mereka tak langsung meninggalkan tempat.
Yuliati memilih duduk tepat di depan pintu seperti menunggu kedatangan sang anak. Matanya menerawang, ia terus memandangi pintu keluar 13 yang tak jauh dengan pintu utama D stadion berkapasitas 30 ribu penonton
tersebut. Mulut sang ibu tercekat. Di pintu itu terlihat foto-foto 135 korban Tragedi Kanjuruhan dan bunga tabur.
"Saya menuntut keadilan yang seadil-adilnya," tegas Yuliati sore menjelang Magrib, Minggu, 1 Oktober 2023.
Untuk sesaat, mulutnya tercekat dan semakin erat memegang foto sang buah hati. Tak ada sepatah kata pun terlontar dan mendadak tak bisa diajak bicara.
Lalu, ia menghela napas dan berucap. "Pemerintah tidak peduli, setahun tidak ada titik terang. Seakan-akan mau dilupakan," ucapnya.
Suasana kebatinan sang ibu terlihat jelas teramat pedih mengingat peristiwa memilukan yang membuat sang buah hati tercinta meregang nyawa saat laga Arema FC menjamu Persebaya Surabaya, pada 1 Oktober 2022.
"Anak saya saat itu menonton sepakbola sama temannya. Dia masih kelas 2 SMK," katanya, lalu terdiam.
Ibu lainnya yang kehilangan buah hati adalah Misiati, warga Gondanglegi, Kabupaten Malang. Mendiang Fillah Azis Firmansyah, putra bungsu dari dua bersaudara, turut menjadi korban.
"Saya haran, dari dulu sampai sekarang, sudah setahun, minta pemerintah menghukum pelaku seadil-adilnya, tapi belum terwujud. Perasaan saya sangat sakit," tegas Misiati sembari menyatakan tidak bisa menerima
penyebab Tragedi Kanjuruhan karena angin.
Saat ini, lanjutnya, korban selamat banyak yang masih sakit dan trauma. "Ada saudara saya kena paru-parunya, berobat habis Rp10 juta biaya sendiri," ungkapnya.
Orang tua korban meninggal lainnya, pun demikian. Mereka terdiam di depan pintu 13 stadion. Ada seorang bapak berkali-kali mohon maaf saat diajak bicara. Ia bukannya menolak, melainkan masih trauma karena tak kuasa
menahan pilu.
Menjelang Magrib, Yuliati dan Misiati masih duduk di depan pintu 13 Stadion Kanjuruhan seperti menunggu sang buah hati datang meski pertemuan tak bakal terjadi. Dengan mata berkaca-kaca, Yuliati menyampaikan pesan begitu menyayat.
"Pelaku harus dihukum seberat-beratnya. Niki nyowo mosok diijoli duwek, umpomo jenengan di posisi kulo, pripun? Ini nyawa, masak diganti dengan uang. Seumpama Anda di posisi saya, bagaimana?," pungkasnya menutup pembicaraan. MI/Bagus Suryo Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News