Ia mencontohkan, pemerintah mengeluarkan Surat Berharga Syariah Negara (SBSN) untuk membiayai proyek pembangunan. Namun ketika proyeknya sudah selesai justru bangunan tersebut dihibahkan kepada pihak lain sehingga tidak menjadi milik pemerintah.
"Saya sering disorot mengenai instrumen utang, Pak Menag. Mungkin bisa bantu jelaskan juga ke konstituen bahwa instrumen ini ada gunanya, tidak selalu tercatat hasilnya di dalam neraca," kata dia dalam Forum Kebijakan Pembiayaan Proyek Infrastruktur Melalui SBSN Tahun 2021 secara daring di Jakarta, Rabu, 20 Januari 2021.
Bagaimana tanggapan anda mengenai artikel ini?
Sri Mulyani mencontohkan pembangunan madrasah atau pesantren yang ada di bawah Kementerian Agama (Kemenag) sering dihibahkan sehingga bukan milik negara. Padahal proyek pembangunannya menggunakan instrumen surat utang seperti SBSN.
Meski begitu, ia menyebut, tak semua surat utang yang dikeluarkan pemerintah menghasilkan aset jadi yang tercatat di neraca keuangan. Namun, Sri Mulyani tetap berharap bahwa pembangunan yang dilakukan pemerintah bisa meningkatkan kualitas masyarakat.
"Karena umpamanya kita memberi bantuan pendidikan dan kesehatan, orang jadi sehat, tapi mereka enggak muncul angkanya di neraca tapi utangnya muncul di neraca," jelas dia.
Di sisi lain, Sri Mulyani menilai pembangunan proyek dengan menggunakan SBSN memiliki realisasi cukup baik mencapai 90,96 persen. Ia berharap proyek pembangunan lain yang tidak menggunakan instrumen SBSN bisa memiliki tingkat realisasi yang juga sama baiknya.
"Kalau dana anggaran lain karena tidak dipelototin bersama Bappenas dan kami. Mungkin jadi kadang-kadang kalau terlambat dan delivery tidak sesuai perhatiannya tidak langsung ke para menteri. Ini mekanisme sangat bagus, mungkin untuk seluruh belanja modal yang lain kami coba usahakan kualitasnya juga sebaik proyek yang dibiayai SBSN," pungkasnya.
(DEV)