"Distandarisasi, enggak seperti sekarang. Karena sekarang rezimnya UU PDRD kan tarif pajak maksimal," kata dia ditemui di Kantor Pusat Direktorat Jenderal Pajak (DJP), Jakarta Selatan, Rabu, 4 Desember 2019.
Melalui omnibus law perpajakan, Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2009 tentang Pajak Daerah dan Retribusi Daerah (PDRD) akan dirasionalisasi sehingga kewenangannya akan diatur pemerintah pusat. Nantinya besaran tarif akan diatur dalam Peraturan Pemerintah (PP).
Click to Expose
Bagaimana tanggapan anda mengenai artikel ini?
Pras menambakan ketentuan ini tidak akan membuat pendapatan daerah berkurang. Justru PDRD yang dirasionalisasi akan membuat investasi lebih pasti di daerah, sehingga tidak ada perpindahan ke daerah lain.
"Pajak hiburan (sekarang) itu bisa nol sampai 35 persen. Kalau misalnya (pajak hiburan) karaoke tarifnya enggak sama bisa terjadi distorsi. Nanti yang di Jakarta lari ke Serpong, Banten kemudian lari ke Bogor," jelas dia.
Jika ketentuan tarifnya sudah diatur oleh pemerintah pusat, maka daerah tinggal mengoptimalisasi pengawasan agar pendapatannya tidak terganggu. Selanjutnya, asistensi dari pemerintah pusat diperlukan agar pengawasan dari pemerintah daerah bisa optimal.
"Tapi diperbaiki dioptimalisasi pengawasannya. Kemudian pusat harus bertanggung jawab kasih instrumen pengawasan, knowledge, kompetensi, infrastruktur bisa dibantu supaya daerah bisa tetap standar," pungkasnya.
(SAW)