Dilansir Medcom.id, Minggu, 1 Mei 2022, dalam PMK tersebut, uang elektronik di dalam suatu media merupakan non Barang Kena Pajak (BKP). Jasa meminjamkan/menempatkan dana oleh kreditur kepada debitur melalui platform peer to peer lending (P2P) merupakan Jasa Kena Pajak (JKP) yang dibebaskan PPN.
Kemudian jasa asuransi melalui platform merupakan JKP yang dibebaskan PPN. Terakhir, jasa penyediaan platform peer to peer lending (P2P), sarana/sistem pembayaran merupakan JKP.
Bagaimana tanggapan anda mengenai artikel ini?
Namun, Kepala Subdit Peraturan PPN Perdagangan, Jasa, dan Pajak Tidak Langsung Lainnya Direktorat Jenderal Pajak Bonarsius Sipayung menjelaskan, PPN yang dikenakan atas jasa yang diberikan oleh penyedia fintech bukan atas transaksinya.
"Yang kita kenakan jasa-jasa yang dilakukan pihak fasilitasi. Fintech ini pihak yang memfasilitasi lender, investor atau konsumen," kata dia dalam media briefing, Rabu, 6 April 2022 lalu.
Bonar mencontohkan, apabila masyarakat mengisi saldo e-wallet seperti Gopay, Ovo, dan lain sebagainya sebesar Rp1 juta lalu dikenakan biaya administrasi Rp1.500 maka PPN terutang adalah 11 persen dari Rp1.500. Bukan berarti PPN dihitung dari dana yang diisi.
"Atau jadi misalnya saya transfer uang sejumlah sekian, dengan biaya Rp6.500. maka yang kena PPN dari Rp6.500 dikali 11 persen maka PPN-nya kena Rp650 bukan jumlah uang yang saya kirim. Jadi itu imbalan jasa," ungkapnya.
Ia menegaskan, pengenaan PPN atas transaksi fintech ini dilakukan dengan prinsip equal treatment PPN antara transaksi digital dan konvensional. Menurutnya, tidak ada objek pajak baru dalam digital economy, yang berbeda hanya cara bertransaksi.