medcom.id, Jakarta: Josep Guardiola akhirnya menjawab teka-teki dengan menambatkan hati pada Manchester City. Mampukah dia menjaga kredibilitas sambil mewujudkan ekspektasi dan ambisi The citizen?
Kita semua tahu bahwa City adalah klub besar yang dibangun secara instan oleh sang bos besar Sheikh Mansour. Gelontoran dana fantastis terus dikucurkan sang Raja Minyak demi satu impian; merajai Inggris dan tentunya Eropa.
Sejauh ini, satu mimpinya sudah berhasil digapai; merajai Inggris. Kini, tinggal satu ambisi; jadi Raja di Eropa!
Bersama Guardiola, tentunya trofi si Kuping Besar jadi target utama. Nah, yang jadi pertanyaan sekarang, mampukah Guardiola mewujudkan ambisi itu hanya dalam kurun tiga tahun?
Sebelum melangkah jauh ke target utama City. Kita coba menilik ke rekam jejak pelatih kelahiran Santpedor di Eropa. Guardiola merupakan pria dengan karakter pelatih yang biasa mengundurkan diri sebelum memutuskan untuk pindah klub.
Sebelumnya, Guardiola juga melakukannya saat masih melatih Barca. Bahkan sinyal kepergiannya dari Camp Nou sudah terbaca saat mantan pemain Brescia ini enggan memperpanjang kontraknya bersama Blaugrana.
Tak hanya itu, Guardiola juga selalu memutuskan untuk melatih klub lain, sebelum waktunya. Sebagai contoh, ia pernah menyepakati kontrak bersama Muenchen, meski saat itu Die Roten masih memiliki Jupp Heynckes. Kini pelatih asal Spanyol itu melakukannya lagi saat liga masih bergulir di pertengahan musim.
Memutuskan untuk tidak memperpanjang kontrak dengan Muenchen, Guardiola ingin mewujudkan mimpinya melatih sebuah klub di Inggris.
"Saya ingin mendapat sebuah pengalaman di kota baru dan saya ingin bekerja di Inggris. Saya memiliki beberapa penawaran dari Inggris tapi saya belum menandatangani apapun," kata Guardiola seperti yang dikutip dari BBC Sport.
Tak ayal komentarnya itu langsung membuat tanda tanya besar serta keresahan menggelayuti manajer-manajer di Inggris.
Tepat pada Senin 1 Februari, akhirnya Manuel Pellegrini yang tertimpa apes. Guardiola setuju untuk menerima tawaran City dengan kontrak berdurasi tiga musim.
Mau tak mau, Pellegrini harus angkat kaki dari stadion Etihad akhir musim ini. Terlepas dari apa pun yang dihasilkan pelatih asal Cile itu saat kompetisi berakhir.
Menyakitkannya lagi, Pellegrini mengetahui kalau Guardiola akan menandatangani kontrak dengan City sejak sebulan lalu.
"Mereka tidak melakukan semua ini di belakang saya. Saya mengetahui ini sejak sebulan yang lalu. Tapi ini bukan hal yang bagus, rumor dan spekulasi ini adalah hal yang berbeda," terang Pellegrini.
City bukan menjadi satu-satunya klub favorit di Liga Primer Inggris untuk dilatih Guardiola. Masih ada Chelsea yang ditinggalkan Jose Mourinho karena dipecat. Meski sudah ada Guus Hiddink yang menggantikannya, pelatih asal Belanda itu hanya berstatus pelatih interim.
Selanjutnya ada Manchester United. Namun manajemen klub masih memberikan kesempatan bagi Louis van Gaal untuk mencari solusi untuk bangkit di balik keterpurukan Setan Merah beberapa bulan belakangan ini.
Bagaimanapun, Pep telah membulatkan tekadnya untuk melatih The Citizen. Paling tidak saat ini kita diajak menebak-nebak apa yang dilakukan Guardiola saat melatih City kelak dan juga nasib dari klub milik City Football Group ke depannya.
Sejauh Guardiola melatih sebuah klub, baik di Barcelona maupun di Muenchen, pria berkepala plontos ini diwarisi skuat yang sudah matang.
Ketika melatih Barca pada 2008, Guardiola meneruskan kesuksesan klub asal Katalunya itu yang baru saja ditinggalkan Frank Rijkaard. Kedatangan Guardiola setelah Rijkaard mewarisi dua gelar La Liga, dua gelar Supercopa de Espana, dan sebuah gelar Liga Champions. Saat itu pula, era Barca dengan permainan kental ala tiki-takanya mulai mendunia.
Guardiola datang dan menyempurnakan klub ini dengan menghasilkan treble winners pada musim pertamanya melatih Barca (2008--2009). Pada eranya pula, Barca berhasil merebut dua kali gelar Liga Champions pada musim 2008--2009 dan 2010--2011.
Nasib mujur juga menghampiri Guardiola saat memutuskan untuk menukangi Muenchen. Guardiola datang usai Die Roten mengalami kejayaan di Eropa. Raksasa Bundesliga itu baru saja merebut Treble Winners di bawah kepelatihan Jupp Heynckes.
Sayang saat menjadi pelatih Muenchen, Guardiola gagal melanjutkan kesuksesan Heynckes. Alih-alih meraih treble seperti apa yang dilakukannya di Barca, Guardiola hanya mampu mempersembahkan Muenchen meraih dua gelar Bundesliga dan sebuah DFB Pokal.
Memang sih, prestasi terbaik Guardiola di Eropa bersama Muenchen adalah meraih gelar Piala Super Eropa dan Piala Dunia Antarklub. Tapi sekali lagi, saat itu Muenchen masih memiliki skuat terbaik pasca-mundurnya Heynckes.
Banyak yang berpendapat, Guardiola hanya mampu berprestasi di Jerman lantaran faktor minimnya tekanan dari para rivalnya di Bundesliga. Selain itu, perombakan besar-besaran dilakukannya saat musim keduanya melatih Muenchen. Di mana Pep menjual beberapa pemain penting, termasuk Toni Kroos ke Real Madrid.
Masuknya Xabi Alonso di lini tengah Muenchen, tak serta merta memberikan pengaruh besar. Alonso sudah biasa dengan permainan cepat ala Madrid dan saat itu ia disuruh untuk bisa menerapkan tiki-taka ala Guardiola.
Kini belum juga mencapai kesuksesan untuk Muenchen di Eropa, Guardiola sudah mendapatkan tantangan baru. Tantangan yang lebih ekstrem, karena harus melatih salah satu klub besar di liga terbaik di dunia.
Ekspektasi tinggi dan beratnya beban pasti menggelayuti Guardiola, setibanya di stadion Etihad. Pasalnya tak seperti yang dialaminya saat di Barca dan Muenchen.
Di City, Guardiola dituntut membuat klub pemegang gelar empat kali Liga Primer ini untuk berprestasi di Eropa. Target utama mereka adalah meraih Liga Champions pertamanya sepanjang sejarah klub.
Tak hanya itu, dalam komposisi skuat, Guardiola juga harus membangun tim dengan deretan pemain bintang yang bermental juara di City. Saat ini The Citizen belum punya itu.
Terakhir, Guardiola juga dihadapi dengan sepak terjang pelatih asal Spanyol yang mengadu nasibnya di Liga Primer Inggris. Tak banyak pelatih dari Negeri Matador yang sukses di Negeri Ratu Elizabeth itu. Tercatat di era sepak bola modern, hanya Rafael Benitez yang menorehkan tinta emas di Inggris.
Benitez melakukannya saat melatih Liverpool pada periode 2004--2010. Selama enam musim melatih The Reds, pelatih kelahiran Madrid itu mempersembahkan Piala FA 2005--2006, Communitiy Shield 2006, Liga Champions 2004--2005, dan Piala Super Eropa 2005.
Sayangnya Benitez tak bisa memberikan gelar Liga Primer Inggris, baik itu di Liverpool, maupun saat menukangi Chelsea selama musim 2012--2013. Selebihnya, belum ada yang menyamai kesuksesan Benitez sejauh ini.
Tentu ini menjadi tantangan lain buat Guardiola untuk menambah deretan pelatih asal Spanyol yang berjaya di Inggris. Atau bahkan dia bisa melewati kesuksesan Benitez dengan membawa City meraih treble winners pada musim pertamanya di Manchester. Menarik untuk disimak.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
(ACF)