medcom.id, Manchester: Winger Manchester United, Angel Di Maria menjadi objek kritik dalam beberapa bulan terakhir. Gara-gara tak tampil maksimal, sejumlah kalangan langsung menyebut Di Maria sebagai pembelian gagal dan tak sepadan dengan uang sebesar 59,7 juta pounds (Rp1,15triliun) yang harus dibayar MU ke Real Marid.
"Di Maria tidak bisa memberikan hasil yang diharapkan semua orang. Ia harus segera memperbaiki penampilan," ujar mantan bek MU, Gary Neville.
Namun, tepatkah jika Di Maria harus menerima kritik seperti itu? Kesampingkan dulu harga transfernya yang selangit. Toh, bukan kemauan Di Maria dibeli dengan harga sebesar itu. Sebagai pesepak bola, ia hanya bisa diam ketika klub negosiasi soal harga transfer. Di Maria mulai ikut terlibat ketika sudah memasuki tahap negosiasi gaji.
Sebelum mengkritik sang pemain, tengok dulu catatannya pada musim ini. Di Liga Primer Inggris, winger berusia 27 tahun itu sudah menghasilkan 10 assist dan tiga gol untuk Red Devils. Jumlah assist Di Maria merupakan yang tertinggi di MU. Sedangkan jika dibandingkan dengan seluruh pemain di Liga Primer Inggris musim ini, Di Maria hanya kalah dari gelandang Chelsea, Cesc Fabregas yang sudah menghasilkan 16 assist.
Berandil dalam 13 gol MU musim ini bukanlah sebuah catatan yang layak dikritik. Apalagi Di Maria sukses melakukannya dalam periode sulit usai dua kali dibekap cedera berat serta mengawali musim 2014-15 dengan kondisi kurang bugar usai tampil habis-habisan di Piala Dunia 2014. Seperti diketahui, Di Maria harus merelakan masa liburan dan istirahatnya terpangkas karena membela Argentina hingga ke final.
Kritik yang didapat Di Maria terlalu keras. Bagaimana mungkin pemain dengan koleksi 10 assist dari 22 penampilan dianggap sebagai trasnfer gagal. Lalu, sebutan apa yang pantas dialamatkan kepada striker MU, Radamel Falcao yang baru mencetak empat gol dan empat assist, atau dua gelandang Arsenal, Mesut Oezil (empat gol, lima assist), serta Santi Cazorla (tujuh gol, delapan assist)? Faktanya, Arsenal juga harus mengeluarkan uang banyak untuk membeli kedua pemain.
Media-media Inggris sepertinya memperlakukan Di Maria secara tidak adil. Buktinya, tak banyak yang memuji Di Maria ketika menghasilkan dua assist dalam dua laga terakhir MU di kancah Liga Primer Inggris. Jika catatan itu dibuat oleh pesepak bola asli Inggris, mungkin media-media di sana langsung memuji dan menyebutkan sang pemain sebagai "The Next Big Thing" atau calon pemain "world class".
Kesalahan Di Maria tidak terlalu besar. Statistik di atas lapangan sudah membuktikan ia tak layak mendapatkan kritikan pedas. Tapi ya kembali ke permasalahan awal. Harga transfernya kelewat mahal. Cap itu akhirnya harus dipikul sang pemain hingga akhirnya menjadi bahan "bully" suporter serta media-media Inggris.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
(HIL)