Portugal sukses meraih gelar pertamanya di turnamen besar usai mengandaskan perlawanan tuan rumah, Prancis di partai final, Senin 11 Juli dini hari WIB. Selecao das Quinas menang 1-0 via gol tunggal Eder di babak kedua perpanjangan waktu (menit ke-109).
Sukses ini jelas menjadi torehan istimewa buat Portugal. Sebab, sejak ikut berpartisipasi di turnamen besar seperti Piala Dunia dan Piala Eropa, Portugal belum pernah tampil sebagai juara. Pencapaian terbaik mereka hanya tampil sebagai runner-up di Piala Eropa 2004 saat jadi tuan rumah.
Jadi, wajar jika sukses ini disambut dengan euforia yang luar biasa. Tak hanya oleh para pemain, melainkan seluruh masyarakat Portugal baik yang datang ke Prancis, atau pun yang berada di Portugal. Mereka menggelar pesta di sudut-sudut kota yang menggelar acara nonton bareng.

(Fan Portugal melakukan pawai keliling Kota Lisbon untuk merayakan kesuksesan Portugal juara Piala Eropa 2016. Foto:AFP PHOTO / JOSE MANUEL RIBEIRO)
Mereka mungkin tidak pernah menyangka apabila tim kesayangannya bisa tampil sebagai juara. Sebab, Portugal berstatus underdog jika disandingkan dengan tim unggulan seperti Prancis (tuan rumah), Jerman (juara dunia), dan Spanyol selaku pemegang gelar juara di dua edisi terakhir.
Penampilan Portugal sepanjang turnamen juga tidak bisa dibilang istimewa. Bayangkan, Portugal gagal meraih kemenangan di tiga laga fase grup dan harus puas lolos dengan status peringkat tiga terbaik.
Portugal juga harus melewati babak perpanjangan waktu dan adu penalti untuk mencapai final. Total, dari tujuh laga yang dilakoni, Portugal hanya meraih satu kemenangan di waktu normal. Sebuah catatan yang tentunya kurang meyakinkan untuk tim juara.
Tapi, inilah sepak bola. Bukan seperti matematika yang bisa diketahui secara pasti hasilnya. Banyak faktor yang bisa jadi penentu. Salah satunya keberuntungan.
Format baru sebagai imbas dari bertambahnya peserta dari 16 menjadi 24 tim menjadi keberuntungan pertama Portugal.
Dengan format baru ini, Portugal yang mengakhiri babak penyisihan grup di posisi tiga, bisa lolos lewat jalur peringkat tiga terbaik. Jika format baru ini tidak diberlakukan, maka Portugal sudah pasti angkat koper.
Keberuntungan berikutnya adalah ketika Portugal berada di bagan yang relatif enteng saat memasuki sistem gugur. Portugal hanya bertemu tim-tim semenjana seperti Polandia, Kroasia, Wales. Mungkin hanya Belgia yang bisa dibilang lawan berat.
Coba bandingkan dengan bagan sebelahnya di mana tim-tim unggulan seperti Spanyol, Italia, Jerman, Prancis, dan Inggris harus berjibaku untuk mendapatkan tiket final.
Terakhir, dewi fortuna kembali menghampiri Portugal saat melawan Prancis di partai puncak. Saat itu, fan Portugal mulai pesimistis timnya bisa juara setelah Cristiano Ronaldo yang selama ini jadi kartu as harus ditarik keluar pada pertengahan babak pertama (menit ke-25). Namun, ajaibnya Portugal tetap mampu memberikan perlawanan sengit pada Prancis sampai akhirnya membuat kejutan lewat gol Eder.
Tapi, tidak adil rasanya bila kita langsung menuding Portugal juara karena faktor keberuntungan. Semua prestasi yang mereka raih kali ini tentunya tidak akan didapat dengan hanya bergantung pada keberuntungan. Kerja keras dari pemain, dan juga kecerdikan pelatih dalam meramu tim menjadi faktor yang utama di balik kesuksesan ini.
Fernando Santos merupakan otak di balik terciptanya sejarah baru Portugal. Pelatih kelahiran Lisbon berusia 61 tahun ini mulai melatih Selecao das Quinas pada 2014, menggantikan Paulo Bento.

(Fernando Santos saat memberikan arahan kepada timnya. AFP PHOTO / FRANCK FIFE)
Mantan pelatih Timnas Yunani ini dikenal sebagai pelatih yang lebih fokus memperkuat lini pertahanan, ketimbang penyerangan. Ia bahkan sempat dikritik lantaran di tangannya permainan Portugal jadi tidak menghibur dan terkesan monoton.
Namun, ia tidak menggubris kritikan tersebut dan tetap pada filosofinya. Ia bahkan lantang menjawab, "Saya lebih memilih melihat tim saya tampil tidak menghibur tapi menang, ketimbang tampil menghibur tapi kalah."
Jadi, jangan aneh apabila sepanjang Piala Eropa 2016 ini Portugal tidak tampil mengesankan. Itu memang yang diinginkan Santos.
Namun, terlepas dari itu Santos membuktikan ucapannya. Portugal terus dibawanya melaju meski harus melewati dua kali babak perpanjangan waktu dan sekali adu penalti.
Terakhir, saat laga melawan Prancis ia juga membuktikan kepiawaiannya dalam meracik strategi bertahan. Absennya Ronaldo yang harus ditarik sejak menit ke-25 memaksa Santos menginstruksikan para pemainnya bermain bertahan.
Strategi ini juga didukung penampilan Pepe dan Jose Fonte yang sangat cekatan dalam membendung gelombang serangan Prancis yang dikomandoi Antoine Griezmann. Performa Rui Patricio di bawah mistar juga pantas dapat apresiasi. Dia setidaknya melakukan lima penyelamatan penting.
Satu hal yang membuktikan kecerdikan Santos adalah ketika memasukkan Eder menggantikan Renato Sanches pada menit ke-79. Striker yang gagal mencetak satu pun gol dalam 13 laga bersama Swansea City musim lalu itu membuktikan diri tampil sebagai pemecah kebuntuan dengan sepakan jarak jauhnya.
Well, terlepas apakah kesuksesan Portugal kali ini karena faktor keberuntungan atau karena murni kecerdikan Santos, kita pantas memberikan ucapan selamat. Karena sejarah mencatat, Portugal adalah kampiun Piala Dunia 2016, bagaimanapun caranya.
Ronaldo Ungguli Messi
Khusus bagi Ronaldo, kesuksesan kali ini semakin menahbiskan dirinya sebagai pemain terbaik dunia. Dengan gelar Piala Eropa 2016, Ronaldo kini bisa disandingkan para pemain top dunia macam Diego Maradona dan Pele yang sukses di klub dan juga timnas.

(Cristiano Ronaldo mengangkat trofi Piala Eropa 2016. Foto:AFP PHOTO / FRANCISCO LEONG)
Torehan ini juga membuat Ronaldo selangkah lebih maju dari rivalnya Lionel Messi yang hingga kini belum juga sukses membawa negaranya meraih trofi juara.
Satu hal yang membuat Ronaldo bersuka cita menyambut sukses ini adalah fakta bahwa saat ini usianya sudah menginjak 31 tahun. Itu berarti, tidak banyak lagi kesempatan bagi dirinya untuk memberikan sukses buat negaranya.
Piala Dunia 2018 mungkin menjadi panggung terakhir Ronaldo bersama Portugal. Well, mampukah ia melengkapi lemari trofinya dengan membawa Portugal kembali mencetak sejarah dengan merebut gelar perdana di Piala Dunia?
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
(ACF)