medcom.id, Jakarta: Liga Champions Eropa salah satu kompetisi sepak bola tersulit di muka bumi. Sulit untuk bisa menjadi yang terbaik di ajang ini. Tak heran jika sepanjang sejarah tak banyak yang bisa memenangkan kompetisi tersebut. Sejak 59 tahun silam, baru ada 22 klub yang sanggup mengangkat trofi “Kuping Besar”. Itu pun hanya 12 di antaranya yang mampu menjuarainya lebih dari satu kali.
Butuh dari sekadar skuat bagus untuk bisa menjadi yang terbaik Liga Champions. Skuat mentereng sekali pun bakal terhempas andai tak didukung dengan pengalaman bersaing dengan para jawara. Sejarah sudah membuktikan analisis itu. Tim dengan pengalaman minim di Liga Champions biasanya hanya bisa menembus hingga ke fase grup atau 16-besar. Sedangkan para jawara biasanya sudah malang melintang lebih dulu sebelum akhirnya mengangkat trofi.
Pengalaman memang faktor penting di sepak bola. Berkat pengalaman pula, Arrigo Sacchi dikenal sebagai salah satu pelatih hebat di muka bumi. Sebagai pelatih, Sacchi harus lebih dulu “mengitari bumi” guna menyerap pengetahuan sepak bola dari mana saja.
Awal mula, Sacchi bersama ayahnya yang bekerja sebagai pembuat sepatu dari Kota Ravenna, Italia kerap berpergian ke seantero Eropa untuk kepentingan bisnis. Selama perjalanan itu, Sacchi kerap menyaksikan pertandingan sepak bola di Jerman, Prancis, Belanda, hingga Swiss. “Itu membuka pikiran saya,” kata Sacchi ketika itu.
Sacchi tak sekadar berucap. Ketika terjun ke dunia kepelatihan, Eks allenatore AC Milan itu sukses merevolusi gaya main grendel ala tim-tim Italia dengan memasukkan sedikit sentuhan taktik Total Football Belanda ke dalam strategi 4-4-2.
Hasilnya? Kesuksesan. Pengalaman malang melintang dan menyerap ilmu sepak bola dari banyak negara membawa Sacchi menjadi salah satu pelatih yang disegani para era 1980-an hingga 1990-an. Total, ia mempersembahkan delapan gelar untuk I Rossoneri. Di antaranya gelar Liga Champions 1988--89 dan 1989—90.
Terkait Liga Champions, kisah Sacchi juga dialami oleh klub-klub dengan nama besar seperti Barcelona, Real Madrid, Manchester United, Juventus, dll. Mereka sudah lama berada di Liga Champions. Dalam beberapa dekade terakhir, klub-klub itu sudah pernah merasakan bersua tim dari Italia, Inggris, Prancis, Spanyol, Yunani, Turki, hingga Ukraina. Pengalaman itu membuat kemampuan Madrid dll meningkat karena banyak tahu soal strategi bertanding tim dari sebuah kawasan tertentu.
Madrid, MU, Barcelona, Juventus, Bayer Muenchen, dan para klub besar lainnya memiliki tradisi panjang di Liga Champions. Klub-klub itu memiliki segudang pengalaman karena sudah menyerap ilmu sepak bola dari banyak negara. Jadi jangan heran jika klub medioker bakal terhempas lebih dini dan para tim yang lolos dari fase grup Liga Champions tetap muka lama bernama besar.
Liga Champions merupakan kompetisi yang sulit. Hanya klub dengan dengan mental juara dan pengalaman segudang yang bisa memenangkannya.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
(FIT)