\ Awan Duka Selimuti Sepak Bola Indonesia

Awan Duka Selimuti Sepak Bola Indonesia

Bola liga indonesia
Rizki Yanuardi • 24 Oktober 2014 16:50
Ya..awan duka kembali menyelimuti sepak bola Indonesia. Bentrok suporter sepak bola dengan aparat keamanan di babak 8 besar Divisi Utama Liga Super Indonesia merengut nyawa seorang suporter.
 
Kerusuhan terjadi saat laga Persis Solo versus Martapura FC di Stadion Manahan Solo, Rabu 22 Oktober 2014 lalu. Awalnya keributan hanya pecah di dalam stadion namun kemudian menjalar hingga di luar stadion.
 
Akibatnya sungguh tragis, Joko Riyanto, 39 tahun, warga Ngaliyan RT 007/RW 002, Desa Pelem, Kecamatan Simo, Boyolali, Jawa Tengah, seorang Pasoepati, julukan suporter Persis Solo, harus meregang nyawa. Para suporter yang beringas mengira Joko adalah anggota intel kepolisian.
  Belasan orang luka, dan sejumlah kendaraan juga dihancurkan dan dibakar oleh sekelompok orang, yang mengaku suporter ini, dalam aksi anarkisme itu.
 
Semua pihak pun lantas mengutuk keras kerusuhan yang menewaskan suporter sepak bola itu. PT Liga Indonesia sebagai badan penyelenggara kompetisi Indonesia Super Liegue 2014 pun langsung menggelar rapat darurat bersama Komisi Disiplin, Komite Wasit dan Komite Keamanan di Kantor PSSI, Rabu malam.
 
Hasil putusannya, Komdis menjatuhkan sanksi kepada Persis Solo tidak boleh menyelenggarakan pertandingan apapun terkait sepak bola selama 6 bulan, berlaku saat keputusan tersebut dibacakan, Kamis (23/10).
 
Dampaknya, pihak keamanan pun melarang laga Piala Soeratin 2014, yaitu ajang kompetisi usia muda, digelar di Stadion Manahan Solo. Laga yang sedianya digelar pada 27 hingga 30 Oktober itu pun terpaksa dipindahkan ke Jember, Jawa Timur.
 
Cibiran pun langsung dilontarkan Ketua Umum Persis Solo yang juga Wali Kota Surakarta FX Hadi Rudyatmo terkait sanksi larangan PSSI tersebut. Menurutnya PSSI terlalu cepat memutuskan sanksi pelarangan laga sepak bola di Solo. PSSI harusnya melakukan penyelidikan dan pemeriksaan terlebih dahulu terkait kejadian di Stadion Manahan itu. Keputusan PSSI pun dianggapnya bersifat emosional.
 
"PSSI ini organisasi apa? Belum melakukan penyelidikan kok sudah memberi sanksi. Cek dulu lah, penyebab kerusuhan itu apa dan bagaimana, sehingga persoalan jadi jelas dan keputusannya juga tidak emosional. Yang namanya keputusan pemberian sanksi itu harus ada identifikasi, penyelidikan dan penyidikan, kemudian ada sidang Komisi Disiplin" tegas FX Hadi Rudyatmo.
 
Tidak hanya sampai di situ, Rudy pun meminta Asosiasi Provinsi PSSI Kota Surakarta mengirimkan surat kepada PSSI untuk mempertanyakan dasar keputusan pemberian sanksi pelarangan aktivitas sepak bola selama enam bulan kepada Persis Solo. Hukuman tersebut menurutnya juga merugikan pemain Persis Solo karena aktivitasnya dalam mengolah si kulit bundar
 
Bisa jadi apa yang dikemukakan wali kota Surakarta tersebut ada benarnya, atau juga salah kalau saja dilakukan penyelidikan dan penyidikan lebih dahulu. Pasalnya, pihak keamanan, dalam hal ini Kepolisian Daerah Jawa Tengah sangat berbeda keterangannya dengan Panitia Pelaksana pertandingan.
 
Polda Jawa Tengah mengatakan bahwa pertandingan Persis Solo vs Martapura FC itu tanpa izin pihak kepolisian. Namun hal itu dibantah keras Ketua Panpel Paulus Haryoto, yang mengaku pihaknya telah memiliki izin dari Kepolisian Resor kota Surakarta.
 
"Surat-suratnya ada semua, lengkap. izin dari Polresta Surakarta dan rekomendasi Polda Jawa Tengah," kata Paulus Haryoto saat dihubungi melalui telepon.
 
Menarik kalau kita mau melihat sedikit ke balakang. Sebelumnya suporter Persis Solo atau Pasoepati pada tanggal 9 Oktober lalu juga sudah mendapat sanksi dari Komdis PSSI. Pasoepati tidak boleh masuk ke dalam stadion selama 6 bulan.
 
Berdasarkan surat sanksi Komdis kepada penonton/pendukung/suporter Persis Solo no 166/DU/KD-PSSI/X-2014 tertanggal 9 Oktober 2014 itu, Pasoepati tidak boleh masuk ke stadion (tandang) hingga 9 April 2015. Sanksi itu dijatuhkan karena terjadi kericuhan antara suporter PSGC dan Pasoepati yang mengakibatkan laga sempat terhenti di Ciamis.
 
Komdis juga menilai ada pelanggaran Pasoepati saat Persis tandang ke Martapura FC. Para suporter Pasoepati menyalakan cerawat dan melemparkan gulungan kertas ke dalam lapangan ketika itu.
 
Ketika itu Wakil Presiden Pasoepati Ginda Ferachtriawan menyatakan kecewa atas sanksi tersebut. PSSI maupun PT Liga Indonesia dianggapnya tidak memberikan aturan yang jelas.
 
"PSSI hingga saat ini tidak pernah memberikan sosialisasi terkait hal-hal yang tidak boleh maupun yang boleh dilakukan dalam mendukung tim," sambungnya. Pasoepati pun melakukan banding terhadap keputusan sanksi tersebut.
 
Memang tidak elok hanya menilai dari sudut siapa yang benar atau yang salah dalam kasus kerusuhan di sepak bola. Semua pihak seharusnya tidak saling menyalahkan dan terkesan ingin cuci tangan. Bisa jadi Komdis PSSI geregetan dengan ulah suporter Pasoepati yang kembali berulah. Namun, aturan PSSI yang dikeluhkan kelompok suporter juga perlu disosialisasikan secara merata. Semua pihak terkait, pihak keamanan dan suporter harus mengetahui aturan saat menonton pertandingan sepak bola di stadion.
 
Belajar dari kasus rusuh di Manahan, sepertinya komitmen semua pihak dibutuhkan. Jadi tidak ada lagi lempar batu sembunyi tangan dalam kasus-kasus rusuh sepak bola. Apalagi kerusuhan menyebabkan kerusakan bahkan hilangnya nyawa seseorang.
 
Yang menakutkan, jika ada patgulipat di setiap kasus sepak bola. Jangan harap sepak bola Indonesia akan maju dan meraih prestasi jika ada 'main' dilakukan wasit, pemain, klub, bahkan komisi yang tugasnya memberikan hukuman dan sanksi. Kepastian hukum dan komitmen semua pihak dibutuhkan untuk memajukan sepak bola Indonesia.
 

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News


(RIZ)
LEAVE A COMMENT
LOADING
social
FOLLOW US

Ikuti media sosial medcom.id dan dapatkan berbagai keuntungan

Dapatkan berita terbaru dari kami Ikuti langkah ini untuk mendapatkan notifikasi

unblock notif