Jakarta: Praktisi bidang hukum pidana, Mudzakir, menilai kasus pengaturan skor termasuk dalam kategori kejahatan lunak. Sebab, sangat sulit melakukan pembuktian terhadap setiap dugaan pengaturan skor.
Menurutnya, pengaturan skor berbeda dengan kasus suap dalam perkara korupsi. Pengaturan skor harus fokus kepada pencegahan karena berkaitan dengan moral pelaku.
"Pengaturan skor masalah moral. Publik sendiri juga sangat sulit membuktikan hasil pertandingan tersebut sudah diatur hanya karena skor pertandingan berakhir 2-1," kata Mudzakir lewat pernyataan resmi yang diterima Medcom.id, Senin 28 Januari.
"Berbeda dengan kasus suap seperti dalam perkara korupsi, di mana penegak hukum bisa membuktikan kejahatan pelaku suap dengan data-data," sambung Mudzakir.
Iaa menilai agar Satgas Antimafia Bola bentukan kepolisian terlebih dahulu melakukan pendekatan persuasif. Mulai dari pemain, manajer tim, sampai ke perangkat pertandingan bila terbukti memanipulasi hasil pertandingan.
Menurutnya hukuman bersifat personal untuk para pelaku lebih efektif. Seperti memberikan sanksi dua tahun kepada pemain bila terbukti terlibat curang menentukan hasil akhir pertandingan.
Selain melarang pemain turun ke pertandingan, hukuman berupa denda dan organisasi sangat efektif untuk mengurangi risiko pengaturan skor.
"Kalau dua tahun pemain dilarang bermain sepak bola, mau makan apa? saya kira hukuman -hukuman seperti itu sangat efektif," sambung pakar hukum Universitas Islam Indonesia Yogyakarta itu.
Hukuman pidana untuk pelaku menurutnya bukan solusi mengatasi kecurangan di atas lapangan hijau. Induk organisasi seperti PSSI di mata Mudzakir memiliki peranan penting dalam memberikan edukasi sekaligus sanksi bagi para pelaku pengaturan skor.
"Polisi cukup melakukan pendataan dan melakukan pendekatan secara persuasif kepada mereka. Peran organisasi seperti PSSI sangat penting untuk melakukan pencegahan, seperti memberikan pemahaman dan sanksi tepat untuk pelaku."
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
(REN)